Sunday 11 September 2016

Menolak Archandra Berarti Menentang Hukum










Archandra adalah orang yang seharus didukung menjadi menteri ESDM, melihat kepakarannya di bidang energi. Archandra juga merupakan orang yang perlu saya dukung saat banyak politisi antek mafia migas sedang berkomentar negatif, padahal sejatinya mereka ketakutan.
Damon Evans, seorang konsultan dan kontributor majalah Forbes menyebutkan bahwa kembalinya Archandra menjadi menteri ESDM bisa melumpuhkan banyak perusahaan migas asal Amerika seperti Chevron, Exxon dan sebagainya.
Para investor asing mulai khawatir melihat ada kebangkitan nasionalisme Indonesia dalam mengelola sumberdaya energinya sendiri. Contoh saja Pertamina, yang beberapa bulan lalu menyatakan mengambil alih blok Mahakam dan akan menjadi operator sejak 2018 nanti. Freeport, yang sejak bertahun-tahun bisa bermain dan mencari celah undang-undang dan alasan untuk ekspor konsentratnya, sekarang sudah ditekan untuk segera selesaikan smelternya di Indonesia.
Jika sebelumnya Sudirman Said berperan seperti penjaga gawang, maka Archandra adalah striker tunggal yang berada di depan. Mengapa begitu? Sudirman Said tak punya kepakaran soal energi. Namun beliau paham betul instruksi Presiden untuk meningkatkan ketahanan energi Indonesia. Selama kepemimpinan Sudirman Said, ada banyak proyek ditahan dan ditunda pengerjaannya, karena beliau tidak bisa mengoreksi atau menolak. Tapi saat Archandra menjadi menteri ESDM, beberapa negosiasi langsung berjalan cair dan lancar, atau dari sudut pandang investor merasa terpaksa sepakat. Ini karena Archandra paham soal energi dan bisa mengoreksi. Sehingga suka tidak suka, investor dan operator harus setuju dengan kebijakan ketat Archandra. Selengkapnya bisa baca di sini: http://seword.com/politik/20-hari-archandra-selamatkan-42-miliar-dollar/
Kepakaran Archandra sangat dibutuhkan saat ini. Satu contoh krusial adalah Blok Masela. Jika bukan karena saran Archandra, mungkin sekarang Masela sudah disetuju dibangun di laut. Ini karena data yang disajikan lebih pro pada eksplorasi laut.
Banyak yang tidak sependapat dan bertanya-tanya, “masa iya lebih menguntungkan di laut?” Rizal Ramli juga koar-koar menolak. Tapi semua hanya bisa menolak tanpa bisa detail membantah data yang ada. Presiden Jokowi juga ragu dengan data yang disajikan, karena menurut beliau juga lebih masuk akal kalau di darat. Archandra menjawab semua data tersebut secara presisi dan akurat. Sehingga berhasil meyakinkan Presiden bahwa keinginan dan persepsinya sesuai dengan data dan teori ilmiah.
Archandra berhasil menyelamatkan banyak anggaran selama 20 hari kepemimpinannya. Semua proposal dikoreksi dan dipotong sampai angka wajar. Archandra punya alasan, punya pengetahuan. Sehingga kalaupun berdebat dan nego, Archandra tak akan kalah dengan data yang disajikan pihak lawannya.
Di satu sisi Archandra bisa memberi perubahan dan perbaikan di sektor energi, namun di sisi lain dia juga mengusik kenyamanan sebagian orang yang selama ini numpang makan dari APBN dan investor. Atau juga bisa kalangan investor yang mau high profit tapi tak mau memenuhi persyaratan dan undang-undang.
Menolak Archandra berarti menentang preogatif Presiden
Sejak awal isu paspor Amerika dihembuskan, saat orang-orang berisik soal kepatuhan pada hukum, saya mungkin satu-satunya yang bilang “ini bukan soal hukum. Ini soal mafia migas dan kepentingannya.” Namun banyak yang tetap ngotot bahwa ini soal hukum.
Sampai akhirnya Archandra diberhentikan, beberapa mereka memuji ketegasan Jokowi karena taat hukum. Mereka ini sebenarnya relawan Jokowi, namun terpengaruh dengan relawan oportunis yang bermain dua kaki dan mengakomodir kepentingan mafia migas.
Sekarang pernyataan saya benar-benar terbukti. Lihatlah betapa banyak politisi tokoh yang jelas menolak Archandra diangkat lagi menjadi menteri ESDM meski sudah resmi menyandang status WNI.
Jika dulu masalah mereka karena Archandra pernah punya paspor AS dan otomatis kehilangan kewarganegaraannya, sekarang apa? Dulu mereka menolak atas nama hukum. Sekarang mereka menolak hukum itu sendiri, bukankah menunjuk Archandra sebagai menteri ESDM lagi adalah hak preogatif Presiden? Beliau WNI dan punya kepakaran di bidang energi. ESDM adalah posisi yang sesuai dan masuk akal, jauh lebih masuk akal dibanding pakar video porno menjadi menteri olahraga.
sumber: http://seword.com/politik/menolak-archandra-berarti-menentang-hukum/

No comments:

Post a Comment